Bagi umat Islam, ucapan Salam, berupa ‘Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh’ merupakan do’a bagi pendengarnya atau yang disapanya. Mengucapkan salam tersebut adalah sunnah namun menjawabnya adalah wajib. Makna dari salam tersebut adalah, ‘Semoga sejahtera-bahagia, rahmat dan keberkahan dari Allah swt kepadamu’. Sungguh sebuah do’a yang diperlukan seseorang. Semakin banyak berdo’a tentunya semakin banyak kans untuk diijabah.
Tapi, sungguh aneh umat Islam di Indonesia. Seolah-olah ungkapan dan ucapan salam ini menjadi asing. Saya yang sudah terbiasa setiap ketemu atau masuk ke rumah, ruangan kelas, termasuk pada saat mengajar mahasiswa, selalu mengucapkan salam. Tapi sayang, banyak yang mengabaikan jawaban salam tadi. Ucapan salam, begitu pesan Baginda Nabi Muhammad saw, ucapkan kepada siapa saja, baik yang kamu kenal maupun tidak. Tapi umat Islam kita semakin terkikis dengan ajaran kebaikan agamanya, khususnya dalam soal muamalah yaitu salam. Ini baru satu aspek saja. Belum lagi aspek lain lagi yang begitu banyak.
Berbeda dengan di Hong Kong, misalnya. Sekali lagi Hong Kong. Bila anda kebetulan kesana, dimana komunitas BMI dari Indonesia begitu banyak, bahkan yang mengenakan jilbab, kita selalu disapa dengan ucapan salam. “Assalamualaikum”, begitu sapa mereka setiap bertemu orang yang berwajah Melayu dan Indonesia. Baik mereka kenal maupun tidak. Apa saja, termasuk berkirim SMS sekalipun diawali dengan ucapan ‘Salam’.
Saya jadi teringat dulu, ketika Gus Dur (Abd Rahman Wahid) ketika masih hidup yang mengganti ucapan ’salam’ dengan ’selamat pagi’. Betapa, sekarang pengaruh seruan Gus Dur itu menjadi kenyataan dan bukti, yang boleh jadi umat Islam jauh dari keberkahan lewat do’a ’salam’. Apa maksudnya ’selamat pagi’, apakah terkandung makna do’a disitu. Tidak ada, kecuali hanya sapaan persahabatan pada situasi dan waktu tertentu. Tidak lebih dan tidak kurang. ‘Selamat pagi, selamat siang maupun selamat malam’.
Saya jadi teringat dulu ketika masih mahasiswa. Kami sering melakukan kunjungan ke pedesaan di Jawa Barat, sekita Bogor-Puncak. Pada saat itu terdapat kawan asing dari Eropa (Bule). Gimana kami mengajarkan ucapan bertemu dan bersapa dengan penduduk. Bila mengajarkan mereka dengan ’selamat pagi, selamat siang maupun selamat malam’ tentunya perlu mereka menghafal kosa kata asing tadi. Jadilah yang kami ajarkan yang universal saja, diucapkan kapan saja bisa, diungkapkan kepada siapa saja boleh, baik laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa, dsb. Ungkapan tersebut adalah ‘Assalamulaikum warahmatullahi wa barakatuh’. Boleh disingkat dengan ‘assalamualaiku’ saja. Ternyata, ucapan tersebut mudah dilafalkan oleh mereka, sehingga penduduk desa juga sangat respek ada orang asing (Bule) yang bisa menyapa mereka dengan ucapan ’salam’.
Proses sekularisasi di tanah air oleh pemikiran dan ide nyeleneh para tokoh Muslim sudah sering kita dengar, dan hasilnya sekarang bisa kita rasakan, betapa ajaran Islam itu semakin asing di ranah sendiri. Bagi yang mengamati hal-hal kecil akan merasakan hal ini. Saya tentunya yang suka belajar dari kehidupan dan memungut hikmah yang berserakan (sesuai dengan wall saya di Kompasiana ini) begitu banyak mendapatkan hal-hal kecil yang luluh dari ajaran dan semangat keislaman. Belum lagi hal-hal yang besar.
Terus terang, saya ngiri (dalam makna positif) dengan tetangga negeri jiran Malaysia yang kukuh dan kokoh memelihara tradisi keislamannya. Jati dirinya jelas, Melayu-Islam-Beraja. Dan dengan identitas tersebut sangat maju dan agama (tradisi keagamaan) tidak menghalangi mereka untuk maju. Tapi, Indonesia gimana? Sudah tertinggal dalam berbagai hal dengan Malaysia. Coba kita renungkan hal ini. Dimana letak kesalahannya. Saya ambil contoh kecil saja antara kedua negara Melayu (Indonesia) dalam siaran TV (berita). Di Malaysia diawali dengan ucapan ‘Salam’. Tapi adakah penyiar TV di Indonesia, walau stasiun TV-nya milik orang Islam sekalipun, tidak ada yang memulai dengan ucapan ’salam’ tadi.
Saya merasakan Islam semakin dijauhkan dari umatnya di tanah air. Istilah agamanya ‘gharib’. Memang Baginda Nabi Muhammad saw sudah mewanti-wanti bahwa nanti di akhir zaman (suatu zaman) Islam akan gharib (asing dan aneh), dianggap aneh oleh pemeluknya. (Contohnya tadi, baru soal ’salam’ saja diganti dengan selamat pagi, dsb). Gharib (asing dan aneh) ini boleh jadi akan semakin kuat dan mengakar di masyarakat. Tengoklah isi TV nasional di tanah air, apakah banyak yang mencerminkan Islam. Tidak. Yang ada Islam cuma muncul ketika ada kematian, perkawinan, dan hari raya. Di luar itu, Islam sono gih ke got, kata orang Betawi, artinya dicampakkan begitu saja.
Semoga ada yang peduli. Umat kembali ke jati dirinya. Bukan dengan kekerasan dan teror; tapi dengan kesejukan doa’ dipagi ahri ketika masuk ke ruang kerja dan menyapa kolega dengan do’a ‘Assalamualaikum’ semoga kesejahteraan-kebahagiaan untukmu’ selalu menyapa kita setiap saat. Betapa indahnya tentunya!
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/26/ucapan-salam-semakin-asing-di-indonesia-613149.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar