Rumah kecil berdinding tepas bambu, dengan ukuran yang tidak terlalu besar dan alas berlantaikan tanah, disitu tinggalah satu keluarga yang hidup serba kekurangan. Sebut saja namanya nek Anom. Beliau tinggal bersama cucunya yang bernama Bagus dan kek Paijan. Hidup yang penuh kekurangan tidak menjadikan keluarga ini melakukan yang tidak terpuji. Biarpun sudah tua, mereka masih saja bekerja demi sesuap nasi dan demi menghidupi cucunya yang tinggal bersamanya.
“Gus....bagus.... ooo..gus!! dimanalah kamu nak, udah jam segini kok gak siap-siap ke sekolah, ntar kamu terlambat ke sekolah. Terdengar suara nenek yang memanggil cucunya dari gubuk bambu.
Bagus adalah cucu nek Anom. Dia diasuh sejak kecil. Orangtuanya sudah lama menitipkannya kepada nek Anom, karena mereka harus bekerja keluar negeri sebagai TKW. Jika bicara tentang bagus, Ya.... dia anak yang bisa dibilang sedikit bodoh, karena faktor ekonomi membuat dia kurang mendapatkan gizi baik saat pertumbuhanya sehingga menginjak 9 tahun dia masih belum bisa baca dan tulis. Melihat kehidupan mereka, kepala desa tempat dia tinggal memberi bantuan kepada mereka dan menyekolahkan cucunya dengan Cuma-Cuma. Semua biaya sekolah ditanggung pihak desa setempat. Namun, karena bagus punya sifat yang agak idiot tidak ingin melanjutkan sekolah.
Hari lebaran yang ditunggu-tunggu umat islam telah tiba. Dimana banyak warga sekitar yang sibuk mempersiapkan untuk menyambut datangnya hari kemenangan itu. Ada yang pergi untuk membeli pakaian bagus-bagus untuk dipakai dihari raya, ada yang membersihkan rumah dan mengiasa rumah, ada yang sibuk di dapur untuk memasak. Namun tidak untuk keluarga nek Anom. Keluarga yang tinggal menumpang dengan warga itu hanya bisa duduk terdiam dan tidak melakukan hal yang istimewa untuk menyambut hari bahagia itu. Jangankan untuk membeli pakaian bagus, untuk makan sehari-hari saja mereka kekurangan.
Nek Anom sedih melihat cucunya Bagus. Dalam hati kecilnya nek Anom ingin sekali membelikan baju untuk bagus. Tapi dia hanya bisa berniat dalam hati. Orangtuanya yang menjadi TKW tidak pernah mengirimkan uang kepadanya. Bahkan untuk menanyakan kabar tentang mereka saja tak ada.
Kek Paijan yang bekerja mencari pucuk padi di sawah-sawah tentangga tidak bisa diharapkan lebih untuk mewujudkan niat itu. Ditambah lagi dengan kondisi kek Paijan yang cacat, dimana kaki kanannya tidak bisa berfungsi sejak dia lahir.
Melihat itu kadang tentangga memberi bantuan berupa makanan, dan pakaian bekas yang bisa mereka gunakan. Yang lebih sedih jika tanah yang mereka tumpangi itu harus direlakan dipakai kembali oleh si pemilik tanah itu. Sedihlah nek Anom dan kek Paijan untuk mencari tempat tinggal walaupun hanya sekedar menumpang.
Jauh dari kondisi ekonomi nek Anom, ada salah satu anak nek Anom yang sudah menikah dan memiliki 3 orang anak dan mereka tinggal disekitar itu juga. Pak kijan adalah anak nek anom yang menikah dengan istrinya yang bernama Ijum. Kehidupan mereka serba kecukupan. Rumah berdindingkan batu, berlantai keramik dan memiliki beberapa sawah yang lumayan lebar. Dengan kondisi yang begitu mewah, tak terlintas dipikiran ijum untuk membawa mertuanya tinggal bersamanya bahkan memberikan tupangan tanah pun enggan dia lakukan.
Lebaran pun dia lewatkan untuk bersilahturahmi ke rumah mertuanya yang miskin itu. Seperti cerita malinkudang saja yang lupa dengan ibunya. Tapi ini nyata apa adanya. Sungguh malang nasib nek Anom yang miskin dan harus menahan perih dari prilaku menantunya itu.
Sampai suatu saat kek Paijan jatuh sakit yang cukup lama, ijum menantu nek Anom tidak ada sedikitpun melihat ataupun menjenguknya. Hanya anak lelakinya saja yang melihat tetapi bantuan uang atau yang lainnya tidak didapat untuk kek Paijan. Sungguh tega si ijum kepada mertuanya itu. Harta yang berlimpah begitu tak bisa ia sisakan sedikit untuk membantu. Hari kehari kondisi kek Paijan sungguh memperhatinkan. Warga yang iba melihatnya memberi bantuan untuk mengobati penyakitnya. Tapi dengan kondisi yang sudah tak muda lagi, kek Paijan tidka bisa bertahan lama. Selang berobat beberapa minggu, kek Paijan menghembuskan nafas terakhirnya di gubuk tua yang ia tinggali.
Sejak kepergian kek Paijan, kehidupan nek Anom semakin memburuk. Khusunya kondisi ekonomi yang kian tak bisa ia penuhi. Nek Anom bekerja kesana kemari membantu warga untuk mendapatkan uang untuk kehidupannya. Dengan susah payah nek Anom bertahan hidup, sedikitpun tak ada niat si ijum untuk membantunya apa lagi membawa mertuanya tinggal. Ia biarkan saja mertuanya itu hidup dalam kesusahan.
1 tahun berlalu sejak kepergian kek Paijan, nek Anom masih bisa bertahan menyambung hidupnya dan cucunya. Ya... si bagus cucunya memiliki terbelakangan mental sudah tumbuh menjadi anak remaja tanggung. Dia mulai bisa bekerja untuk membantu kehidupan ekonomi neneknya itu. Kadang dia bekerja sebagai kuli batu, atau bekerja dengan tentangga lainnya. Sedikit demi sedikit si bagus bisa menyembuhkan kondisi keuangan neneknya itu.
Malang tak bisa ditolak takdir tak bisa dihindar. Mungkin itu kata-kata yang bisa dipakai untuk menantunya nek Anom. Musim panen padi yang lalu, si ijum gagal panen dan merugi besar akibat yang kerusakan padi. Padi yang ia tanam terserang hama penyakit yang menyebabkan gagal panen. Selang beberapa bulan, suami si ijum meninggal dunia karena darah tinggi. Kepergian suaminya itu tak juga membuka mata hatinya kepada mertuanya. Apa lagi suaminya sudah tidak ada, dia bahkan lebih tega dan lupa kepada mertuanya itu. Ibarat kacang lupa dengan kulitnya. Meskipun dia tinggal dengan anak-anaknya tetapi sikap angkuh dan sombongnya juga tidak berubah. Ditambah lagi kondisi ekonominya yang mulai merosot tanjam jauh dari kesuksesannya tidak juga menyadarkan dia kepada keluarganya.
Sungguh menantu yang tidak tau balas budi. Cinta dengan anaknya tak cinta dengan keluarganya, mau dengan hartanya tak mau dengan kesusahan keluarganya. Ternyata Allah tidak tidak tidur dengan apa yang dia perbuat. Apa pun yang ia tanam di sawah selalu gagal. Dan waktu pesta pernikahan anak gadisnya menjadi ancur-ancuran. Dimana ujan deras melanda tak ada hentinya, para undangan juga enggan datang dengan kondisi cuaca itu. Dengan kegagal tersebut hutang pun menumpuk. Sedikit demi sedikit sawah yang ia punya terjual juga.
Sedangkan nek Anom sekarang tinggal jauh dari menantunya itu dan ikut bersama anak dia yang lain. Mungkin cobaan akan terus terjadi kepada orang yang sudah tidak tau balas budi. Kini si ijum hidup susah hampir sama dengan kondisi mertuanya dulu. Semoga aja ini menjadikan pelajaran kepada kita agar tidak menjadi anak yang durhaka kepada siapa pun. Hidup janganlah sombong dan jadilah orang yang bersifat arif dan baik.
http://www.lokerseni.web.id/2013/05/cintaku-pada-suamiku-tapi-cintaku-bukan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar